Halaman

Rabu, 27 November 2013

Bukti Kecanggihan Teknologi Kuno Indonesia

Mau tahu teknologi bangsa indonesia pada
jaman dahulikala yang masih tetap ada hinga
kini simak 7 Teknologi Kuno Bangsa Indonesia
yang Paling Canggih berikut ini.
1. Borobudur: Bukti Kecanggihan Teknologi
dan Arsitektur
Borobudur adalah candi yang diperkirakan
mulai dibangun sekitar 824 M oleh Raja
Mataram bernama Samaratungga dari wangsa
Syailendra. Borobudur merupakan bangunan
candi yang sangat megah.
Tidak dapat dibayangkan bagaimana nenek
moyang kita membangun Borobudur yang
demikian berat dapat berdiri kokoh dengan
tanpa perlu memakukan ratusan paku bumi
untuk mengokohkan pondasinya, tak
terbayangkan pula bagaimana batu-batu
yang membentuk Borobudur itu dibentuk dan
diangkut ke area pembangunan di atas bukit.
Bahkan dengan kecanggihan yang ada pada
masa kini, sulit membangun sebuah candi
yang mampu menyamai candi Borobudur.
Borobudur juga mengadopsi Konsep Fraktal.
Fraktal adalah bentuk geometris yang
memiliki elemen-elemen yang mirip dengan
bentuknya secara keseluruhan. Candi
borobudur sendiri adalah stupa raksasa yang
di dalamnya terdiri dari stupa-stupa lain yang
lebih kecil. Arsitektur yang keren bukan?
2. Kapal Jung Jawa: Teknologi Kapal Raksasa
Jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus, para
penjelajah laut Nusantara sudah melintasi
sepertiga bola dunia. Meskipun sejak 500
tahun sebelum Masehi orang-orang China
sudah mengembangkan beragam jenis kapal
dalam berbagai ukuran, hingga abad VII kecil
sekali peran kapal China dalam pelayaran laut
lepas.
Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing
(671-695 M) dari Kanton ke Perguruan
Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia
menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang
ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di
"Laut Selatan".
Pelaut Portugis yang menjelajahi samudera
pada pertengahan abad ke-16 Diego de Couto
dalam buku Da Asia, terbit tahun 1645
menyebutkan, orang Jawa lebih dulu berlayar
sampai ke Tanjung Harapan, Afrika, dan
Madagaskar.
Ia mendapati penduduk Tanjung Harapan awal
abad ke-16 berkulit cokelat seperti orang
Jawa. "Mereka mengaku keturunan Jawa,"
kata Couto, sebagaimana dikutip Anthony
Reid dalam buku Sejarah Modern Awal Asia
Tenggara.
Berdasarkan relief kapal di Candi Borobudur
membuktikan bahwa sejak dulu nenek moyang
kita telah menguasai teknik pembuatan kapal.
Kapal Borobudur telah memainkan peran
utama dalam segala hal dalam bahasa Jawa
pelayaran, selama ratusan ratus tahun
sebelum abad ke-13.
Memasuki abad ke-8 awal, kapal Borobudur
digeser oleh Jung besar Jawa, dengan tiga
atau empat layar sebagai Jung. Kata "Jung"
digunakan pertama kali dalam perjalanan
biksu Odrico jurnal, Jonhan de Marignolli, dan
Ibn Battuta berlayar ke Nusantara, awal abad
ke-14.
Mereka memuji kehebatan kapal Jawa raksasa
sebagai penguasa laut Asia Tenggara.
Teknologi pembuatan Jung tak jauh berbeda
dari karya kapal Borobudur; seluruh badan
kapal dibangun tanpa menggunakan paku.
Disebutkan, jung Nusantara memiliki empat
tiang layar, terbuat dari papan berlapis empat
serta mampu menahan tembakan meriam
kapal-kapal Portugis.
Bobot jung rata-rata sekitar 600 ton, melebihi
kapal perang Portugis. Jung terbesar dari
Kerajaan Demak bobotnya mencapai 1.000
ton yang digunakan sebagai pengangkut
pasukan Nusantara untuk menyerang armada
Portugis di Malaka pada 1513.
3. Keris: Kecanggihan Teknologi Penempaan
Logam
Teknologi logam sudah lama berkembang
sejak awal masehi di nusantara. Para empu
sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan
logam. Keris memiliki teknologi penempaan
besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat
di masa lampau.
Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan
dicor. Teknik penempaan disertai pelipatan
berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang
mana pada waktu itu bahan-bahan besi
masih komposit dengan materi-materi alam
lainnya.
Keris yang mulanya dari lembaran besi yang
dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali
lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan
prosesnya yang unik, menarik dan sulit.
Perkembangan teknologi tempa tersebut
mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan
Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).
Pemilihan akan batu meteorit yang
mengandung unsur titanium sebagai bahan
keris, juga merupakan penemuan nenek
moyang kita yang mengagumkan. Titanium
lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk
membuat keris karena sifatnya ringan namun
sangat kuat.
Kesulitan dalam membuat keris dari bahan
titanium adalah titik leburnya yang mencapai
60 ribu derajat celcius, jauh dari titik lebur
besi, baja atau nikel yang berkisar 10 ribu
derajat celcius.
Titanium ternyata memiliki banyak
keunggulan dibandingkan jenis unsur logam
lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan,
tahan panas, dan juga tahan karat.
Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai
unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940,
dan logam yang kekerasannya melebihi baja
namun jauh lebih ringan dari besi.
4. Benteng Keraton Buton: Arsitektur
Bangunan untuk Pertahanan
Di Buton, Sulawesi Tenggara ada Benteng
yang dibangun di atas bukit seluas kurang
lebih 20,7 hektar.
Benteng yang merupakan bekas ibukota
Kesultanan Buton ini memiliki bentuk arsitek
yang cukup unik, terbuat dari batu kapur.
Benteng yang berbentuk lingkaran ini memiliki
panjang keliling 2.740 meter. Benteng ini
memiliki 12 pintu gerbang dan 16 pos jaga /
kubu pertahanan (bastion) yang dalam
bahasa setempat disebut baluara.
Tiap pintu gerbang (lawa) dan baluara
dikawal 4-6 meriam. Jumlah meriam
seluruhnya 52 buah. Pada pojok kanan
sebelah selatan terdapat godana-oba (gudang
mesiu) dan gudang peluru di sebelah kiri.
Letaknya pada puncak bukit yang cukup
tinggi dengan lereng yang cukup terjal
memungkinkan tempat ini sebagai tempat
pertahanan terbaik di zamannya.
5. Si Gale Gale: Teknologi Robot Tadisional
Nusantara
Orang Toba Batak Sumatra utara pada zaman
dahulu sudah bisa membuat robot tradisional
yang dikenal dengan sebutan si gale-gale.
Boneka ini menguasai sistem kompleks tali
yang dibuat sedemikian rupa. Melalui tali
yang ditarik ulur inilah boneka itu dapat
membungkuk dan menggerakan "tangannya"
sebagai mana layaknya orang menari.
Menurut cerita, Seorang Raja dari Suku Karo
di Samosir membuat patung dari kayu untuk
mengenang anak satu-satunya yang
meninggal dunia. Patung kayu tersebut dapat
menari-nari yang digerakkan oleh beberapa
orang. Sigale " gale dimainkan dengan iringan
musik tradisional khas Batak. Boneka yang
tingginya mencapai satu setengah meter
tersebut diberi kostum tradisional Batak.
Bahkan semua gerak-geriknya yang muncul
selama pertunjukan menciptakan kesan-kesan
dari contoh model manusia.
Kepalanya bisa diputar ke samping kanan dan
kiri, mata dan lidahnya dapat bergerak, kedua
tangan bergerak seperti tangan-tangan
manusia yang menari serta dapat menurunkan
badannya lebih rendah seperti jongkok waktu
menari. Si gale-gale merupakan bukti bahwa
nenek moyang kita sudah dapat membuat
boneka mekanikal atau robot walau dalam
bentuk yang sederhana. Robot tersebut
diciptakan untuk dapat meniru gerakan
manusia.
6. Pengindelan Danau Tasikardi, Banten :
Kecanggihan Teknologi Penjernihan Air
Nenek moyang kita ternyata sudah
mengembangkan teknologi penyaringan air
bersih. Sekitar abad ke16-17 Kesultanan
Banten telah membangun Bangunan penjernih
air untuk menyaring air yang berasal dari
Waduk Tasikardi ke Keraton Surosowan.
Proses penjernihannya tergolong sudah maju.
Sebelum masuk ke Surosowan, air yang kotor
dan keruh dari Tasik Ardi disalurkan dan
disaring melalui tiga bangunan bernama
Pengindelan Putih, Abang, dan Emas.
Di tiap pengindelan ini, air diproses dengan
mengendapkan dan menyaring kotoran. Air
selanjutnya mengalir ke Surosowan lewat
serangkaian pipa panjang yang terbuat dari
tanah liat dengan diameter kurang lebih 40
cm. Terlihat sekali bahwa pada masa tersebut
sudah mampu menguasai teknologi
pengolahan air keruh menjadi air layak pakai.
Danau Tasik Ardi sendiri merupakan danau
buatan. Sebagai situs sejarah, keberadaan
danau ini adalah bukti kegemilangan
peradaban Kesultanan Banten pada masa
lalu. Untuk ukuran saat itu, membuat waduk
atau danau buatan untuk mengairi areal
pertanian dan memenuhi kebutuhan pasokan
air bagi penduduk merupakan terobosan yang
cemerlang
7. Karinding : Teknologi Pengusir Hama
dengan Gelombang Suara
Alat musik dari Sunda ini terbuat dari pelepah
kawung atau bambu berukuran 20 x 1 cm
yang dipotong menjadi tiga bagian yaitu
bagian jarum tempat keluarnya nada (disebut
cecet ucing atau ekor kucing), pembatas
jarum, dan bagian ujung yang disebut
panenggeul (pemukul). Jika bagian
panenggeul dipukul, maka bagian jarum akan
bergetar dan ketika dirapatkan ke rongga
mulut, maka akan menghasilkan bunyi yang
khas.
Alat ini bukan cuma untuk menghibur tapi
juga ternyata berfungsi mengusir hama di
kebun atau di ladang pertanian. Suara yang
dihasilkan oleh karinding ternyata
menghasilkan gelombang low decibel yang
menyakitkan hama sehingga mereka menjauhi
ladang pertanian. Frekuensi suara yang
dikeluarkan oleh alat musik tersebut
menyakitkan bagi hama tersebut, atau bisa
dikatakan frekuensi suaranya melebihi dari
rentang frekuensi suara hama tersebut,
sehingga hama tersebut akan panik dan
terganggu konsentrasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar